KOSONG : KEHILANGAN MAKNA PERJALANAN
Beberapa bulan terakhir, rasa-rasanya saya mulai tiba pada satu fase bernama jenuh. Kali ini bukan jenuh karena terlalu lama menghabiskan waktu untuk bekerja atau sejenisnya, justru yang sebaliknyalah yang sedang saya rasakan. Saya mulai merasa jenuh dengan beberapa kali perjalanan (Travelling) yang saya lakukan belakangan ini. Aneh? Memang. Tapi ya itulah yang sebenarnya sedang terjadi pada saya. Pun saya sendiri tak tahu pasti ada apa dengan diri saya ini sekarang. Mungkin saya butuh rehat barang sebentar. Memilih rehat sebentar dari sebuah aktifitas bernama travelling dan memilih menyendiri serta menyibukkan diri dengan pekerjaan bukan satu hal yang menyenangkan, lagi-lagi terkesan sangat aneh memang, tapi ya ini yang sekarang (dan sudah dua bulan ini) saya pilih. Tak ada alasan khusus kenapa saya memilih rehat yang seperti ini. Hanya saja menurut saya, mungkin rehat yang seperti ini yang saya butuhkan. Saat ini saya hanya sedang ingin memberi jeda waktu untuk berpikir dan menenangkan diri dari segala pergolakan batin dalam diri saya. Memberi jeda barang sebentar untuk saya berfikir, apa yang salah dari perjalanan - perjalanan saya belakangan ini dan bagaimana saya bisa tiba pada fase kejenuhan ini. Mungkin menyendiri dan menyibukan diri dari pekerjaan bisa memberi nuansa baru dalam diri saya, membuat kepala saya penuh dengan banyak pikiran lalu lelah hingga saya butuh perjalanan baru yang mungkin akan menjadi titik balik bagi perjalanan-perjalanan saya belakangan ini yang mulai terasa hambar.
Jika dulu setiap pulang dari perjalanan saya merasa seperti baru saja dicharger penuh oleh energi positif, beberapa perjalanan terakhir yang saya lakukan justru tak memberikan dampak positif apapun. Rasanya terlampau kosong setelah menempuh sekian banyak perjalanan, melintasi banyak tempat, hingga berinterasi dengan banyak orang baru. Padahal seharusnya saya bisa merasakan jika diri ini mulai diupgrade dan bukan merasa kosong yang sama, seperti sebelum perjalanan itu di mulai, ketika saya kembali pulang. Sepertinya saya mulai kehilangan makna dalam perjalanan-perjalanan saya.😢
Awal mula kejenuhan ini mulai saya rasakan tiga hari setelah lebaran tahun ini (2018), saya dan para saudara memang sudah memiliki rencana liburan seperti biasanya. Memang kali ini kami sedikit kesulitan memilih tempat. Ya pasalnya beberapa anggota pasukan Liburan mulai berkurang dan tempat-tempat yang akan kami kunjungi terlampau banyak hingga sulit sekali kami memilihnya salah satu. Dari sekian banyak tempat yang kami ajukan, diskusi kami membawa kami untuk melakukan perjalanan ke Semeru. Pertimbangannya di antara kami semua (pasukan liburan yang tersisa) belum ada satupun yang pernah datang ke Semeru. Tentu saja ini kesempatan yang sayang untuk dilewatkan. Hanya saja kesempatan itu sedang tidak ingin berpihak pada kami. Semeru (saat itu) sudah Full Booking. Dan membuka lagilah kami pada diskusi selanjutnya, yang keputusan akhirnya membuat kami memilih Banyuwangi sebagai destinasi libur lebaran tahun ini. Greenbay, Pulau Merah, hingga Ijen. Saya merasa kosong. Yang saya pikirkan saat itu hanya bagaimana saya bisa menjepret satu dua foto yang layak saya upload di Instagram. Bodohnya, setelah itu saya menjadi kesal karena hasil jepretan para saudara saya yang tak sesuai dengan apa yang saya inginkan. Belum lagi dengan satu saudara yang lain yang memang selalu membawa kameranya di setiap perjalanan kami enggan menjepret satupun moment saya bertemu dengan pantau dan ombak. Eugh, rasanya saya kesal sekali. Perjalanan mulai tidak saya nikmati sama sekali. Sepanjang perjalanan saya hanya merasa kecewa, kecewa dan kecewa. Ditambah lagi dengan beberapa kali kami harus nyasar dan saling terpisah hingga harus saling tunggu. Sudahlah kesal saya semakin menjadi. Perjalanan kali ini FIX membuat mood saya hancur. Hingga pulangpun hati saya masih kesal, tak ada kesan sama sekali dalam perjalanan itu. Hingga saya juga sempat terfikir untuk berhenti melakukan perjalanan bersama mereka.
Beberapa bulan setelahnya, awal bulan agustus 2018 saya kembali melakukan perjalanan. Hanya perjalanan pelepas penat di hari-hari libur kerja. Destinasi tujuan tentu saja bukan tempat-tempat yang jauh. Perjalanan Kala itu, saya lalui bersama beberapa teman kantor yang memang senasip dan butuh refresing. Dan Ma1langlah kota yang kami pilih. Tidak ada yang salah di perjalanan awal, kami bisa menikmatinya. Obrolan seru, tawa garing dan nyanyian-nyanyian sumbang kami tetap membahana selama perjalanan awal. Hingga lagi-lagi saya merasa aneh dengan diri saya, yang saya fikirkan saat itu hanya bagaimana saya mendapatkan foto-foto yang bagus untuk Instagram. Membuat saya lagi-lagi tidak fokus menikmati perjalanan. Belum lagi tingkah kekanakan beberapa teman yang selalu saja melibatkan urusan kantor dengan urusan pribadi. Please, saya ingin liburan dan berhentilah kalian membahas pekerjaan! Mood saya lagi-lagi rusak. Fix liburan ini pun saya kehilangan lagi makna perjalanan. Pulangnyapun seperti yang sudah bisa ditebak, saya KOSONG!
Mulai saat itulah saya ingin menyendiri. Menepi dari segala hiruk pikuk yang memuakkan. Mencoba menenangkan diri. Menjauh dari beberapa teman kantor, dan menjadikan pekerjaan dan deadline sebagai tameng. Dan itu sudah bertahan dua bulan ini.
Hingga pada detik dimana saya menuliskan ini semua, saya sadar. Saya melupakan esensi perjalanan itu sendiri. Saya tidak menikmati perjalanan sebagaimana biasanya. Saya menuntut perjalanan ini menjadi sempurna sebagaimana yang saya inginkan. Padahal satu yang saya ketahui, perjalanan itulah yang seharusnya membuat saya sempurna. Terlalu fokus dengan pengakuan publik hingga saya mulai mengabaikan banyak hal menyenangkan selama perjalanan. Terlalu ingin menjadi yang terbaik lalu saya mengorbankan semua perjuangan dan cerita yang sudah saya lalui saat ini. Saya terlalu sombong dengan duniawi. Saya terlalu penuntut pada satu masa yang abadi.
Perjalanan ini ya kehidupan. Mengajarkan kita pada banyak hal. Membuat kita paham apa yang kurang dan apa yang lebih dalam diri ini, lantas membuat kita menjadi bijak dalam bersikap. Bukan menjadi jumawa dan terlalu duniawi begini.
Ya, pada akhirnya saya pahami, diri ini mulai terbawa terlalu jauh pada nafsu akan pengakuan. Padahal tanpa diakuipun, Perjalanan selalu mengakui keberadaan kita. Setiap tempat dan orang yang kita lalui dan temui di perjalanan tetap mengakui kita dalam kisah-kisahnya. Lalu mungkin, sudah saatnya saya meminta maaf. Mulai membuka hati dan menepis segala energi negatif ini dalam diri. Mulai bersiap untuk perjalanan selanjutnya yang semoga saja saya sudah tidak seperti ini lagi. Terakhir, sepertinya saya sudah harus kembali pada perjalanan yang sebenarnya, seperti yang pernah dikatakan Nicholas Saputra dalam salah satu scane AADC 2,
Poinnya, traveling adalah tentang proses perjalanan itu sendiri, bukan tujuan
Lamongan, 11 Oktober 2018
-RA
0 Comments