Catatan Perjalanan : Magelang dan Jogja yang Menentramkan
Kembali lagi ke Jogja tahun ini.
Setelah terakhir ke Jogja bulan Mei tahun lalu. Tidak ada rencana sebelumnya. Murni ini hanyalah rencana dadakan yang kata orang akan selalu terealisasikan. Dan ya it’s happen...
Perjalanan kali ini tercetus begitu saja. Berawal dari Ardi (sepupuku) yang curhat kalo dia belum pernah menyambangi Candi Borobudur yang disusul tawa mengejekku, kemudian berlanjut dengan ajakan mbolang ke Magelang naik Bus. are you kidding me, bro?
Ealah, dikira ajakan mbolang malam itu bercanda doang, eh gak taunya si Ardi emang udah ambil cuti kerja aja buat tanggal 11-13 April 2018 kemarin. Dan ya mungkin juga karena memang sudah ditakdirkan untuk jalan-jalan alias bolang, gayung pun bersambut, apalah aku ini yang sedang lelah dengan pekerjaan di kantor yang mulai memuakkan dan butuh jeda alias refreshing. Ya, sudah diputuskan aja ikutan berangkat mbolang. Dan lagi, sesuatu yang spontan dan gak terencana itu emang selalu mengejutkan dan terjadi gitu aja. mendekati hari keberangkatan si Hida (Adiknya Ardi) juga pengen ikutan dengan alasan yang sama persis dengan sang Kakak. Haduuhhhh 😅
Berangkat hari Rabu, tanggal 11 April 2018 pukul 16.25 WIB dari rumah Ardi di Gresik dengan menggunakan jasa Go-Car karena pada dasarnya kami enggan menitipkan motor di penitipan dan pula perbedaan tempat keberangkatan dan kepulangan yang cukup jauh membuat kami lebih mantap menggunakan go-Car. Lebih efisien saja mengantar kami ke Terminal Wilangun. Dari rumah Ardi ke terminal wilangun terbilang tidak terlalu jauh, jadilah sekitaran pukul 16.35 WIB kami sudah sampai di terminal wilangun dan mencari bus selanjutnya ke Terminal Purabaya untuk selanjutnya oper mencari bus Patas Eka yang akan membawa kami ke Magelang.
Perjalanan menuju terminal Purabaya tidak berjalan lancar, macet dimana-mana bikin kesel plus capek. Kami baru sampai terminal Purabaya jam 19.00 WIB dan baru bisa berangkat ke Magelang dengan bus selanjutnya karena bus Patas Eka keberangkatan jam 19.00 sudah berangkat. Jadilah jam 20.00 WIB kami berangkat menuju Magelang. Dan ini pengalaman pertama ke Magelang naik bus umum bukan bus pariwisata. Hororrr bok!
Awalnya, sebelum berangkat kami sempat berselancar bersama mbah Google tentang kisaran tarif bus Patas Eka jurusan Magelang ini. Dari mbah Google kami mengetahui jikalau tarif bus Patas Eka berada di kisaran harga Rp. 105.000,- namun pada kenyataannya (bisa jadi harga sudah naik sih. Hehe) harga bus Patas Eka sekitaran Rp. 118.000,- dengan fasilitas makan malam di Ngawi dan juga air mineral masing-masing orang 2 botol tanggung. Perjalanan pada awalnya cukup lancar, hanya di sekitaran Kediri, si sopir busnya sempat salah pilih jalan karena adanya penutupan jalan dan macet berkepanjangan akhirnya lewatlah kami di jalan yang diapit sawah, masuk-masuk perkampungan warga yang tidak diketahui daerah itu apa namanya. Hehehe. Sedikit molor, tapi tetap on-time dengan kecepatan bus yang di ambang batas normal. Entah karena sudah biasa naik bus pariwisata atau memang dari dulu seperti itu cuma saya yang tidak merasakan atau bagaimana, kecepetan kali ini cukup membuat jantung berolahraga terlalu keras, seperti sedang mengikuti balapan begitulah. Bahkan sampai hampir terjadi ‘ciuman’ antar bus. Ya, cukup menegangkan apalagi posisi duduk di belakang supir pas, ya tau lah gimana rasanya jantung yang udah mau loncat aja. Duh!
Sampai di Magelang, kami turun di pintu gerbang kawasan Candi Borobudur. Jam baru menunjukkan pukul 02.00 WIB, dini hari. Jalanan masih sepi. Borobudur juga pasti belum buka loketnya. Okelah, putar otak, mau kemana kita jam segini? dan ingetlah otak ini kalo di Magelang, khususnya di sekitaran Borobudur ini ada lokasi kece yang sempet ada di film AADC, Yaps, apalagi kalo gak Punthuk Setumbu. Setelah rundingan sama Ardi dan Hida, akhirnya kami memutuskan ke sana saja sambil menunggu loket pembelian tiket masuk Candi Borobudur dibuka. Masalah lain muncul lagi, mau naik apa ini? Serius jalanan masih sepi pake banget. Gak ada kendaraan lewat sama sekali. Duh! Buka aplikasi go-Car juga tidak ditemukan adanya driver, jadilah ketika ditawari oleh bapak-bapak ojek yang baru saja lewat, kami meng-iya-kan begitu saja dengan tarif per orang masing-masing Rp. 60.000,- (Asli itu kemahalan sebenarnya, dari sumber google juga, malah harganya bisa lebih murah sekitaran Rp. 25.000,-. Tapi ya sudahlah itung-itung shodaqoh. Hehe).
Perjalanan ke Punthuk setumbuh gak terlalu jauh sih sebenarnya, hanya butuh waktu 30 menitan naik motor entah kalo jalan kaki butuh waktu berapa lama. Hehe. Jalanan yang masih sepi, udara yang dingin ditambah gak pake jaket cukup bikin ketar ketir. Khawatir masuk angin lagi sist. Bahaya itu mah!
Sampai di Puntuk Setumbu, jam masih menunjukkan pukul 02.30 WIB. Masih dini hari cuy! Sunrise masih jauh. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat sejenak, cuci muka, ganti kostum a.k.a mulai pake jaket, sampai sholat subuh dulu sebelum naik ke spot sunrise di Punthuk Setumbu. Tiket masuk Punthuk setumbu masih tergolong standart sih, untuk pengunjung lokal harga tiket hanya Rp. 15.000,- sedangkan untuk tiket masuk wisatawan asing/mancanegara hanya Rp. 30.000,-. Jam 04.00 WIB kami memutuskan naik setelah sempat ngobrol seru dengan salah satu guide-nya yang lupa ditanya siapa namanya. Mbaknya seru orangnya.
Asli, naik ke spot sunrise Punthuk Setumbu yang jaraknya antara loket sampe puncak spot sunrise cuma 300 m bikin ngos-ngosan karena jalan nanjak dan ditambah masuk angin gegara sepanjang perjalanan sebelumnya gak pake jaket. Perjalanan menuju spot sunrise meskipun masuk angin gini, masih aja loh kepikiran ini bakalan sama gak ya sama yang di film AADC? Si Cinta sama si Rangga dulu lewat jalan gini gak ya? Kok beda? Dan pertanyaan lainnya yang berputar gitu aja di kepala.
Sampai di spot sunrise, agak sedikit terkaget-kaget sih. Pasalnya yang udah nongkrong di sana ternyata udah buanyakkk pake banget. Ada kali 400 orang. Gila banget! Asli ramenya nomero uno!
Mendekati jam 05.00 WIB, si warna kuning keemasan mulai muncul di ufuk timur. Kabut-kabut putih di sekitaran Punthuk Setumbu mulai keliatan meskipun tipis. Dan seiring pagi yang mulai merangkak datang sunrise yang ditunggu muncul perlahan dengan cantiknya. Warna kuning emas bercampur jingga yang berpadu dengan cantiknya mengelilingi dua gunung, Merapi dan Merbabu, yang terlihat berdiri dengan gagahnya. Duh kalo udah gini pasti keinget ayat Al-Quran, Fa bi ayyi ala’i Rabbikuma tukaazziban, yang artinya maka nikmat Allah mana lagi yang engkau dustakan? Duh, hati langsung terenyuh inget dosa.
Matahari sudah terbit sempurna, samar tapi cantik dari kejauhan terlihat Candi Borobudur berdiri gagah mulai menunjukkan eksistensinya. Cantik pake banget, shay!
Terlalu cantik pemandangan di depan mata ini. Borobudur yang walaupun terlihat kecil dari kejauhan tetap saja gagah, dikelilingi kabut dan hijaunya pepohonan sungguh perpaduan ciptaan sang Maha Kuasa yang tidak tertandingi. Masyaallah.
Puas dengan pemandangan Punthuk Setumbu yang elok, niat hati ingin juga ke Gereja Ayam, yang juga jadi salah satu spot di film AADC 2 itu, tapi gagal karena si duo sepupu mulai rewel minta turun dan melanjutkan perjalan ke tujuan utama. Candi Borobudur. Yaelaaaaa, padahal tinggal jalan kaki sepanjang 300 meter, 15 menitlah katanya si mbak-mbak guide tadi. Yasudahlah, maybe next time kalo bisa main jogja lagi 😆
Turun dari Punthuk Setumbu yang sudah terang, baru keinget, kok beda ya sama sama yang di film AADC 2? Bukannya lokasinya Punthuk setumbu di film masih jalan setapak yang gak ada anak tangganya gini ya? Eh setelah sempat ngobrol sama warga lokal baru tau kalo memang lokasi ini sebelumnya belum sebagus ini aksesnya. Dulu cuma ada anak tangga dari tanah gitu, baru setahun belakangan ini dibangun anak tangga permanen pake semen sama pasir biar kokoh katanya. Itu juga ternyata (hasil ngobrol sama warga sekitar) dana pembangunan dan pengelolahan Punthuk Setumbu dibiayai dari swadaya warga desa sendiri. Belum dapat langsung dari Pemerintah Daerah setempat. Dari warga juga kami diberi tahu kalo nanti si Mas ganteng Nicholas Saputra bakal datang lagi ke Punthuk Setumbu buah syuting film lagi di sana. Duh kayaknya si mas Nico udah jatuh cinta aja nih sama Punthuk Setumbu. Gak heran sih abis apik banget emang. Hohoho...
Menuju Candi Borobudur, kami bertiga diantar warga sekitar naik motor. Biaya per orang Rp. 20.000,- lebih murah dari sebelumnya. Sampai di Borobudur kami menyempatkan cuci muka lagi pake parfum karena belum mandi dan lepas jaket karena panasnya mulai bikin gerah. Tiket masuk Borobudur udah naik ya guys! Udah dari 2017 kemaren jadi Rp. 40.000,- dari yang semula Rp. 30.000,- untuk wisatawan domestik/lokal.
Borobudur tetep keren meskipun udah lama gak ke sini. Terakhir jaman kelas 6 SD, bok!
Masuk ke kawasan Borobudur matahari udah terik pake banget. Gak pake mikir lama, karena perut udah keroncongan langsung aja naik ke candi. Keliling-keliling. Muter-muter gak jelas sampe 4 kali ada kali. Kaki capek udahan eh belum naik juga ke area stupa. Deh deh!
Mau foto? Duh cari spot foto bagus tuh susah. Rame banget anak sekolahan yang lagi dharmawisata. Huft. Setelah nunggu agak sepi baru deh mulai foto-foto tapi ya cuma bentaran doang abis perut semakin gak bisa dikompromi minta diisi. Jadilah setelah foto-foto langsung milih turun dan cari makan. Setelah perut kenyang dan lelah mulai dirasa, kami memilih melanjutkan perjalanan ke Jogja. Niat awal naik go-Car atau Grab aja ke Jogjanya eh gak taunya mahal juga coy. Yakali sekali jalan 150an gitu. Gak deh, gak cocok sama budget di kantong. Jadilah kita milih naik go-Car ke Terminal Borobudur aja dengan ongkos sekitar Rp. 23.000,- lanjut naik bis mini gitu tujuan jogja ongkosnya Rp. 20.000/orang turun terminal Jombor lanjut naik Trans Jogja ongkos seperti biasa Rp. 3.500,- sampai turun di Malioboro dan jalan ke arah homestay yang udah dipesan lebih dulu di Jogja Backpacker Home di belakangnya Malioboro dekatnya kali Code. Murah meriah Rp. 60.000/ malam/ orang. Istirahat, mandi dan tidur untuk persiapan keliling jogja di malam hari....
to be Continued....
Setelah terakhir ke Jogja bulan Mei tahun lalu. Tidak ada rencana sebelumnya. Murni ini hanyalah rencana dadakan yang kata orang akan selalu terealisasikan. Dan ya it’s happen...
Perjalanan kali ini tercetus begitu saja. Berawal dari Ardi (sepupuku) yang curhat kalo dia belum pernah menyambangi Candi Borobudur yang disusul tawa mengejekku, kemudian berlanjut dengan ajakan mbolang ke Magelang naik Bus. are you kidding me, bro?
Ealah, dikira ajakan mbolang malam itu bercanda doang, eh gak taunya si Ardi emang udah ambil cuti kerja aja buat tanggal 11-13 April 2018 kemarin. Dan ya mungkin juga karena memang sudah ditakdirkan untuk jalan-jalan alias bolang, gayung pun bersambut, apalah aku ini yang sedang lelah dengan pekerjaan di kantor yang mulai memuakkan dan butuh jeda alias refreshing. Ya, sudah diputuskan aja ikutan berangkat mbolang. Dan lagi, sesuatu yang spontan dan gak terencana itu emang selalu mengejutkan dan terjadi gitu aja. mendekati hari keberangkatan si Hida (Adiknya Ardi) juga pengen ikutan dengan alasan yang sama persis dengan sang Kakak. Haduuhhhh 😅
Berangkat hari Rabu, tanggal 11 April 2018 pukul 16.25 WIB dari rumah Ardi di Gresik dengan menggunakan jasa Go-Car karena pada dasarnya kami enggan menitipkan motor di penitipan dan pula perbedaan tempat keberangkatan dan kepulangan yang cukup jauh membuat kami lebih mantap menggunakan go-Car. Lebih efisien saja mengantar kami ke Terminal Wilangun. Dari rumah Ardi ke terminal wilangun terbilang tidak terlalu jauh, jadilah sekitaran pukul 16.35 WIB kami sudah sampai di terminal wilangun dan mencari bus selanjutnya ke Terminal Purabaya untuk selanjutnya oper mencari bus Patas Eka yang akan membawa kami ke Magelang.
Perjalanan menuju terminal Purabaya tidak berjalan lancar, macet dimana-mana bikin kesel plus capek. Kami baru sampai terminal Purabaya jam 19.00 WIB dan baru bisa berangkat ke Magelang dengan bus selanjutnya karena bus Patas Eka keberangkatan jam 19.00 sudah berangkat. Jadilah jam 20.00 WIB kami berangkat menuju Magelang. Dan ini pengalaman pertama ke Magelang naik bus umum bukan bus pariwisata. Hororrr bok!
Awalnya, sebelum berangkat kami sempat berselancar bersama mbah Google tentang kisaran tarif bus Patas Eka jurusan Magelang ini. Dari mbah Google kami mengetahui jikalau tarif bus Patas Eka berada di kisaran harga Rp. 105.000,- namun pada kenyataannya (bisa jadi harga sudah naik sih. Hehe) harga bus Patas Eka sekitaran Rp. 118.000,- dengan fasilitas makan malam di Ngawi dan juga air mineral masing-masing orang 2 botol tanggung. Perjalanan pada awalnya cukup lancar, hanya di sekitaran Kediri, si sopir busnya sempat salah pilih jalan karena adanya penutupan jalan dan macet berkepanjangan akhirnya lewatlah kami di jalan yang diapit sawah, masuk-masuk perkampungan warga yang tidak diketahui daerah itu apa namanya. Hehehe. Sedikit molor, tapi tetap on-time dengan kecepatan bus yang di ambang batas normal. Entah karena sudah biasa naik bus pariwisata atau memang dari dulu seperti itu cuma saya yang tidak merasakan atau bagaimana, kecepetan kali ini cukup membuat jantung berolahraga terlalu keras, seperti sedang mengikuti balapan begitulah. Bahkan sampai hampir terjadi ‘ciuman’ antar bus. Ya, cukup menegangkan apalagi posisi duduk di belakang supir pas, ya tau lah gimana rasanya jantung yang udah mau loncat aja. Duh!
Sampai di Magelang, kami turun di pintu gerbang kawasan Candi Borobudur. Jam baru menunjukkan pukul 02.00 WIB, dini hari. Jalanan masih sepi. Borobudur juga pasti belum buka loketnya. Okelah, putar otak, mau kemana kita jam segini? dan ingetlah otak ini kalo di Magelang, khususnya di sekitaran Borobudur ini ada lokasi kece yang sempet ada di film AADC, Yaps, apalagi kalo gak Punthuk Setumbu. Setelah rundingan sama Ardi dan Hida, akhirnya kami memutuskan ke sana saja sambil menunggu loket pembelian tiket masuk Candi Borobudur dibuka. Masalah lain muncul lagi, mau naik apa ini? Serius jalanan masih sepi pake banget. Gak ada kendaraan lewat sama sekali. Duh! Buka aplikasi go-Car juga tidak ditemukan adanya driver, jadilah ketika ditawari oleh bapak-bapak ojek yang baru saja lewat, kami meng-iya-kan begitu saja dengan tarif per orang masing-masing Rp. 60.000,- (Asli itu kemahalan sebenarnya, dari sumber google juga, malah harganya bisa lebih murah sekitaran Rp. 25.000,-. Tapi ya sudahlah itung-itung shodaqoh. Hehe).
Perjalanan ke Punthuk setumbuh gak terlalu jauh sih sebenarnya, hanya butuh waktu 30 menitan naik motor entah kalo jalan kaki butuh waktu berapa lama. Hehe. Jalanan yang masih sepi, udara yang dingin ditambah gak pake jaket cukup bikin ketar ketir. Khawatir masuk angin lagi sist. Bahaya itu mah!
Sampai di Puntuk Setumbu, jam masih menunjukkan pukul 02.30 WIB. Masih dini hari cuy! Sunrise masih jauh. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat sejenak, cuci muka, ganti kostum a.k.a mulai pake jaket, sampai sholat subuh dulu sebelum naik ke spot sunrise di Punthuk Setumbu. Tiket masuk Punthuk setumbu masih tergolong standart sih, untuk pengunjung lokal harga tiket hanya Rp. 15.000,- sedangkan untuk tiket masuk wisatawan asing/mancanegara hanya Rp. 30.000,-. Jam 04.00 WIB kami memutuskan naik setelah sempat ngobrol seru dengan salah satu guide-nya yang lupa ditanya siapa namanya. Mbaknya seru orangnya.
Sampai di spot sunrise, agak sedikit terkaget-kaget sih. Pasalnya yang udah nongkrong di sana ternyata udah buanyakkk pake banget. Ada kali 400 orang. Gila banget! Asli ramenya nomero uno!
Mendekati jam 05.00 WIB, si warna kuning keemasan mulai muncul di ufuk timur. Kabut-kabut putih di sekitaran Punthuk Setumbu mulai keliatan meskipun tipis. Dan seiring pagi yang mulai merangkak datang sunrise yang ditunggu muncul perlahan dengan cantiknya. Warna kuning emas bercampur jingga yang berpadu dengan cantiknya mengelilingi dua gunung, Merapi dan Merbabu, yang terlihat berdiri dengan gagahnya. Duh kalo udah gini pasti keinget ayat Al-Quran, Fa bi ayyi ala’i Rabbikuma tukaazziban, yang artinya maka nikmat Allah mana lagi yang engkau dustakan? Duh, hati langsung terenyuh inget dosa.
Matahari sudah terbit sempurna, samar tapi cantik dari kejauhan terlihat Candi Borobudur berdiri gagah mulai menunjukkan eksistensinya. Cantik pake banget, shay!
Terlalu cantik pemandangan di depan mata ini. Borobudur yang walaupun terlihat kecil dari kejauhan tetap saja gagah, dikelilingi kabut dan hijaunya pepohonan sungguh perpaduan ciptaan sang Maha Kuasa yang tidak tertandingi. Masyaallah.
Puas dengan pemandangan Punthuk Setumbu yang elok, niat hati ingin juga ke Gereja Ayam, yang juga jadi salah satu spot di film AADC 2 itu, tapi gagal karena si duo sepupu mulai rewel minta turun dan melanjutkan perjalan ke tujuan utama. Candi Borobudur. Yaelaaaaa, padahal tinggal jalan kaki sepanjang 300 meter, 15 menitlah katanya si mbak-mbak guide tadi. Yasudahlah, maybe next time kalo bisa main jogja lagi 😆
Turun dari Punthuk Setumbu yang sudah terang, baru keinget, kok beda ya sama sama yang di film AADC 2? Bukannya lokasinya Punthuk setumbu di film masih jalan setapak yang gak ada anak tangganya gini ya? Eh setelah sempat ngobrol sama warga lokal baru tau kalo memang lokasi ini sebelumnya belum sebagus ini aksesnya. Dulu cuma ada anak tangga dari tanah gitu, baru setahun belakangan ini dibangun anak tangga permanen pake semen sama pasir biar kokoh katanya. Itu juga ternyata (hasil ngobrol sama warga sekitar) dana pembangunan dan pengelolahan Punthuk Setumbu dibiayai dari swadaya warga desa sendiri. Belum dapat langsung dari Pemerintah Daerah setempat. Dari warga juga kami diberi tahu kalo nanti si Mas ganteng Nicholas Saputra bakal datang lagi ke Punthuk Setumbu buah syuting film lagi di sana. Duh kayaknya si mas Nico udah jatuh cinta aja nih sama Punthuk Setumbu. Gak heran sih abis apik banget emang. Hohoho...
Menuju Candi Borobudur, kami bertiga diantar warga sekitar naik motor. Biaya per orang Rp. 20.000,- lebih murah dari sebelumnya. Sampai di Borobudur kami menyempatkan cuci muka lagi pake parfum karena belum mandi dan lepas jaket karena panasnya mulai bikin gerah. Tiket masuk Borobudur udah naik ya guys! Udah dari 2017 kemaren jadi Rp. 40.000,- dari yang semula Rp. 30.000,- untuk wisatawan domestik/lokal.
Borobudur tetep keren meskipun udah lama gak ke sini. Terakhir jaman kelas 6 SD, bok!
Mau foto? Duh cari spot foto bagus tuh susah. Rame banget anak sekolahan yang lagi dharmawisata. Huft. Setelah nunggu agak sepi baru deh mulai foto-foto tapi ya cuma bentaran doang abis perut semakin gak bisa dikompromi minta diisi. Jadilah setelah foto-foto langsung milih turun dan cari makan. Setelah perut kenyang dan lelah mulai dirasa, kami memilih melanjutkan perjalanan ke Jogja. Niat awal naik go-Car atau Grab aja ke Jogjanya eh gak taunya mahal juga coy. Yakali sekali jalan 150an gitu. Gak deh, gak cocok sama budget di kantong. Jadilah kita milih naik go-Car ke Terminal Borobudur aja dengan ongkos sekitar Rp. 23.000,- lanjut naik bis mini gitu tujuan jogja ongkosnya Rp. 20.000/orang turun terminal Jombor lanjut naik Trans Jogja ongkos seperti biasa Rp. 3.500,- sampai turun di Malioboro dan jalan ke arah homestay yang udah dipesan lebih dulu di Jogja Backpacker Home di belakangnya Malioboro dekatnya kali Code. Murah meriah Rp. 60.000/ malam/ orang. Istirahat, mandi dan tidur untuk persiapan keliling jogja di malam hari....
to be Continued....
0 Comments