Catatan Perjalanan : Belajar Sejarah dari Ullen Sentalu


Main lagi ke Jogja...
Selalu saja ada rindu dan kenangan setiap kali menjejakkan kaki di Daerah instimewa ini. Kunjungan saya kali ini, ada satu agenda khusus yang sudah sangat lama saya siapkan, yakni menyambangi museum terbaik versi Tripadvistor .
Awalnya keinginan untuk menyambangi Ullen Sentalu hanyalah untuk memuaskan hasrat ingin berfoto kece di relief miring yang ada di salah satu sudut Ullen Sentalu tapi di luar ekspektasi saya semakin jatuh hati pada museum yang letaknya cukup terpencil di area taman wisata Kaliurang ini.
Awal perjumpaan saya dengan Museum Ullen Sentalu di mulai dengan menunggu teman lama saya, Mia, di depan Banteng Vredeburg dipagi hari yang masih cukup sepi. selain Mia, dua teman saya dari Lamongan juga masih harus saya tunggu karena mereka memilih berjalan kaki menyusuri kawasan belanja Malioboro, sementara sepeda motor sewaan sudah saya bawa duluan karena mereka takut nyasar. Selama menunggu saya cukup terbantu dengan keramahan warga Jogja. Salah satu mas-mas tukang becak di depan Vredeburg mengajak saya ngobrol tentang banyak lokasi wisata baru di Jogja. cukuplah membuat saya menambah refrensi tempat wisata selama liburan di Jogja ini. Lima belas menit kemudian Mia akhirnya datang disusul dua teman saya lainnya (Vita dan Mbak Iis) juga sampai di depan Vredeburg setelah cuci mata dan membeli beberapa aksesoris wanita di Malioboro sepagi itu.
Perjalanan menuju Kaliurang dimulai dengan ditemani mendung tipis yang mengantar kami sampai di gerbang pintu masuk Ullen Sentalu. Tidak sulit menemukan lokasi Museum ini, meskipun letaknya cukup terpencil dan sedikit naik. 


Bagian Depan Museum Ullen Sentalu



Menurut beberapa orang (termasuk mas-mas tukang becak yang tadi pagi mengajak saya ngobrol), biaya masuk ke Museum Ullen Sentalu tergolong mahal. Setiap pengunjung Museum dikenakan biaya sebesar Rp. 40.000,- untuk satu kali trip. Tapi harga tiket itu worth it banget, mengingat banyaknya informasi yang didapat. Harga tiket juga sudah termasuk biaya jasa tour guide,  satu cangkir wedang Ratu Mas, dan biaya parkir. 

Saat kami tiba, kami sudah ditunggu satu rombongan (sepertinya satu keluarga) dan seorang Tour Guide yang sedang menjelaskan peraturan selama kami berkunjung ke museum Ullen Sentalu ini. Jika ditotal sih sepertinya, satu rombongan tur ini berjumlah 15 orang termasuk kami berempat. Secara garis besar peraturannya sama seperti ketika kita berkunjung ke museum pada umumnya, namun disini ada peraturan dimana kami para pengunjung dilarang mengambil gambar, rekaman video, maupun rekaman suara selama tur berlangsung. kami hanya diperkenankan untuk mengambil gambar pada lokasi-lokasi tertentu yang nantinya kan diberitahukan oleh tour guide kami.

Dan kami pun memulai petualangan di Ullen sentalu. Tour guide kami menerangkan bahwa museum ini terbagi menjadi beberapa ruangan. Ruang Selamat Datang, Ruang Seni Tari dan Gamelan, Guwa Sela Giri, lima ruang di Kampung Kambang, Koridor Retja Landa, serta Ruang Budaya. Bentuk ruangannya sengaja dibuat seperti labirin yang memiliki filosofis bahwa kehidupan manusia itu pastilah penuh liku. 

Ruangan pertama yang kami kunjungi adalah Ruangan Selamat datang. Tour guide kami kemudian menjelaskan tentang sebuah papan besar yang terpasang di dinding museum itu. Menurut informasi yang disampaikan Tour Guide kami, Museum Ullen Sentalu merupakan museum pribadi yang digagas oleh keluarga Haryono, dan mendapat dukungan penuh dari Keraton Solo maupun Yogyakarta. Bahkan penasihatnya adalah jajaran nama-nama besar Keraton. Tour guide kami juga menjelaskan bahwa nama Ullen Sentalu diambil dari akronim peribahasa jawa yakni Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku yang artinya kurang lebih Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan. Blencong sendiri adalah lampu yang dipakai di pertunjukan wayang untuk mengesankan bayang-bayang dari wayang yang dimainkan. 

Ruangan berikutnya adalah Ruang Seni Tari dan Gamelan. Dalam Ruangan ini terdapat seperangkat gamelan yang dihibahkan oleh salah seorang pangeran di Kasultanan Yogyakarta. Gamelan tersebut sempat dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang orang dan pagelaran tari di keraton Yogyakarta. Selain itu juga terdapat beberapa lukisan tarian. Tour guide kami kemudian menunjuk salah satu lukisan dan kemudian menceritakan isi lukisan tersebut bahwa penari yang ada di dalam lukisan tersebut adalah Gusti Nurul yang sedang mementaskan tarian Bedhaya di Belanda pada pernikahan Putri Juliana, walaupun di lukisan digambarkan Gusti Nurul diiringi oleh para pengrawit, namun sejatinya pada tahun 1937 itu hanya Gusti Nurul yang menari sedangkan gamelannya dimainkan di Solo, kalau tidak salah ingat permainan gamelan tersebut disambungkan dengan Gusti Nurul di Belanda melalui sambungan teleconference atau radio. 
Ruangan Guwa Selo Giri terletak di bawah tanah. Menurut Tour guide kami, ruangan itu sengaja dibuat begitu karena menyesuaikan dengan kontur tanah. Pendiri museum ini tidak mau memaksakan diri untuk menebang pohon-pohon demi sebuah ruangan. Niatan baik akan berdampak bak, sepertinya itu yang kemudian terjadi di museum ini. Keputusan tidak menebang pohon dan justru membuat ruangan bawah tanah justru semakin membuat museum ini menjadi unik dan penuh daya tarik. Di Guwa Selo Giri yang berbentuk lorong ini, pengunjung bisa menemukan banyak koleksi foto menarik seputar tokoh-tokoh keraton Solo dan Jogja.  Misal tentang Pakubuwono XII yang sering kali dipanggil dengan nama belandanya, Bobby atau foto Pakubuwono X, raja kaya raya keraton Solo. Konon ia adalah orang pertama di Indonesia yang membeli mobil. Jumlah selir raja ini juga bejibun, katanya sih 39 orang. Selain itu di ruang inipun kami mendapatkan pengetahuan baru bahwa raja-raja Jawa diharuskan untuk bisa menari bahkan menciptakan tarian.
Tur berlanjut kami memasuki kawasan Kampung Kembang, dua ruangan yang berhasil menyita perhatian saya dan berhasil membuat saya gemas ingin memotret semua yang ada di ruangan itu adalah Ruang Syair untuk Tineke dan Ruang Putri Dambaan. Sebenarnya di Kampung Kembang terdapat lima ruangan yang terdiri dari, Ruangan Syair untuk Tineke, Royal Room Ratu Mas, Ruang Batik Jogja, Ruang Batik Solo, dan yang terakhir Ruang Putri Dambaan a.k.a Ruangan yang didedikasikan untuk Putri nancantik jelita yang tak lain adalah Gusti Nurul.
Di ruangan Syair untuk Tineka saya lagi-lagi dibuat takjub dengan banyaknya syair yang terpajang yang katanya berasal dari kerabat sahabat dan orang-orang terdekat Putri Tineke sebagai bentuk penghiburan kepada Putri Tineke yang sedang gundah hatinya akibat cinta terhalang restu orang tua. Kurang lebih sekitar 29 Syair terpajang dengan beberapa bahasa seperti bahasa Inggris, Belanda, dan Indonesia.



Asrikanto, 6 Juni 1940
Yth sepupu
Ada baiknya melihat ke dalam hati
Sejenak sebelum tidur
Apakah dari pagi hingga malam
Tidak menyakiti sebuah hatipun
Apakah kamu tidak membuat mata orang menangis
Atau apakah kamu
Telah mengatakan kata-kata penuh kasih
Kepada orang-orang yang tidak punya kasih sayang

- Kenangan dari Koesdarmilah

Kota Kasunanan
Gusti sayang
Kupu tanpa sayap
Tak ada di dunia ini
Mawar tanpa duri
Jarang ada atau boleh dikata tak ada
Persahabatan tanpa cacat
Juga jarang terjadi
Tetapi cinta tanpa kepercayaan
Adalah suatu bualan terbesar di dunia ini



Ruangan Gusti Nurul juga lagi-lagi membuat saya takjub melihat begitu indahnya wajah Gusti Nurul serta betapa cerdasnya beliau. Gusti Nurul adalah putri Mangkunegara VII, dengan nama panjang Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamari Nasaratih Kusumawardhani. Meski bergelar putri keraton, Gusti Nurul punya pandangan hidup modern. Dia pernah ke Belanda untuk menari di hadapan ratu, bermain tenis dan pandai menunggang kuda, sesuatu yang jelas ditabukan pada masa itu.  Gusti Nurul juga sangat berprinsip. Salah satunya menolak dipoligami. Karena prinsipnya ini, dia menolak cinta Presiden RI saat itu, Soekarno. Akhirnya beliau baru menikah di usia sekitar 30 tahun dengan seorang tentara. Gusti Nurul kemudian memilih untuk tinggal di Bandung hingga akhir hayatnya. Menurut tour guide kami, Ruang Putri Dambaan juga diresmikan sendiri oleh Gusti Nurul pada ulang tahun ke-81 pada tahun 2002.

Gusti Nurul

Gusti Nurul

Selepas dari Ruang Putri Dambaan kami sempat diberi minuman spesial yang katanya resepnya berasal langsung dari Gusti Kanjeng Ratu Mas, permaisuri Sunan PB X. Entah isinya dan campurannya apa, tetapi rasanya manis dengan rasa jahe yang kuat (saya sempat salah terka, saya kira itu ada campuran kolang-kalingnya karena rasanya manis dan entahlah seperti ada rasa kolang kalingnya. mungkin karena efek jahe dan kayu manis yang begitu kuat). Minuman ini katanya bernama Wedang Ratu Mas, yang berkhasiat untuk menjaga kesehaatan dan awet muda. 

Wedang Ratu Mas

Ruangan (lupa namanya) yang digunakan untuk menunggu Wedang Ratu Mas


Tur kami berlanjut ke koridor Retja Landa yang merupakan museum outdoor yang memamerkan arca-arca dewa-dewi dari abad VIII-IX M yang merupakan masa perkembangan agama Hindu dan Buddha di tanah Jawa. pada masa itu berkembang agama dan budaya Hindu Budha, sehingga ada pemujaan pada dewa-dewa yang diwujudkan dalam bentuk penyembahan pada arca-arca dewa tertentu. Salah satu arca yang paling terkenal adalah Arca Ganesha yang merupakan dewa ilmu pengetahuan dalam mitologi Hindu. Menurut mbak Tour guidenya juga, arca-arca yang masih terlihat bagus dan terawat itu justru adalah arca replika dan yang sudah rusak adalah arca-arca yang asli. Kemudian tur kami berlanjut ke Ruang Budaya dimana di ruangan ini dipamerkan beberapa lukisan raja Mataram, lukisan serta patung dengan tata rias pengantin gaya Surakarta serta Yogyakarta. di ruangan ini juga dijelaskan secara detail makna filosofis dari pakaian pengantin jawa, baik itu Jogja maupun Solo.






Lorong terakhir sebelum menuju relief Miring


Dan sampailah kami di penghujung tur Ullen Sentalu, setelah melewati lorong ini kami akhirnya berjumpa juga dengan relief miring yang sejak lama ingin kuabadikan. Sebelum tur ini benar-benar berakhir, tour guide  kami menjelaskan bahwa relief ini sebenarnya juga ada di salah satu dinding Candi Borobudur namun bedanya jika di Candi Borobudur reliefnya datar alias tidak miring seperti di Ullen sentalu ini. Lalu kenapa di Ullen Sentalu miring? kata mbak tour guidenya sih, sengaja dibuat miring sebagai bentuk keprihatinan pengurus Museum Ullen Sentalu terhadap masyarakat Indonesia, khususnya generasi mudanya yang semakin hari semakin hilang kecintaannya akan budaya bangsa.





Puas berfoto di sekitaran relief miring kamipun benar-benar telah menyelesaikan tur Museum Ullen Sentalu. Keluar dari area relief miring restouran bergaya Eropa, Beukenhof. Restoran ini sih katanya cukup indah secara arsitektur bangunannya dan juga makanannya juga enak-enak, tapi berhubung kantong saya dan teman-teman ini tidak seberapa akhirnya kami hanya mampu mengintip sebentar ada apa di dalamnya, berfoto ria di depannya dan kembali menikmati keasrian Ullen Sentalu yang menenangkan hati.







Suasana di dalam Beukenhof

Tampak belakang dari area Beukenhof





Tampak depan dari Beukenhof











MUSEUM ULLEN SENTALU

Museum               : Ullen Sentalu
Telepon                : +62 274 895161
Website                : ullensentalu.com

Alamat
Jalan Boyong KM 25, Kaliurang Barat, Sleman, Yogyakarta

Menuju Museum
Museum Ullen Sentalu terletak di area Taman Wisata Kaliurang, 25 km utara pusat kota Yogyakarta.
Dengan Kendaraan Pribadi
Melalui Jalan Kaliurang (30-45 menit): ikuti jalan utama ke arah utara sepanjang 18 km.
Melalui Jalan Palagan Tentara Pelajar (25-35 menit): ikuti jalan utama ke arah utara sepanjang 10 km, belok kanan pada pertigaan Pulowatu dan ikuti jalan sepanjang 3 km, belok kiri di pertigaan Pasar Pakem, ikuti jalan utama sepanjang 6,5 km.
Dengan Kendaraan Umum (60-90 menit)
Gunakan Bus TransJogja rute 2B atau 3B dan turun di Shelter Ring Road Utara-Kentungan. Ganti dengan angkot rute Yogyakarta-Pakem dan turun di Pasar Pakem. Ganti dengan angkot rute Pakem-Kaliurang dan turun di Taman Kanak-Kanak Kaliurang. Berjalan ke arah Barat kurang lebih 300 meter (8 menit).
*) Angkot hanya beroperasi pada pukul 08.00-14.00 WIB, dengan jadwal yang tidak teratur

Parkir
Area parkir untuk pengunjung museum terletak di halaman depan kompleks museum dan untuk pelanggan restoran atau museum shop terletak di halaman dalam bagian atas museum
Parkir tidak dipungut biaya dan hanya berlaku pada jam buka museum.
Managemen museum tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan barang yang ditinggal di dalam mobil.

You Might Also Like

0 Comments

Jejak Langkah